Sabtu, 19 Januari 2013

KAULAH SEGALANYA





5 Oktober 2011
Tlung , BB ku berbunyi. Aku yang sedang asyik bermain dengan kucingku lalu menghentikan kebiasaan menyenangkan tersebut dan mengambil BB di atas kasur. SMS dari Alice.

                From : Alice
                   Bell, pantai yuk !
                                       To : Alice
                                        OK ! kapan? Sekarang?
                 From : Alice
                   Gak , tunggu aku nikah ! ya iya lah sekarang. Aku otw k rumah kamu sekarang.
                                      To : Alice
                                          Oke , sip ! aku siap siap sekarang


          Kulempar BB ke atas kasur , lalu aku berlari ke kamar mandi. 10 menit kemudian aku telah siap berdandan di depan cermin.
          “Hmmmmm,, dandan cantik cantik gak yah ? tapi cuma ke pantai -_- , ah udahlah , bodo amat.”
          5 menit kemudian Alice sampai di rumah dan langsung menerobos masuk kamarku.
          “Woi Bell, cepet dikit dong , bekarat tauk nungguin kamu dandan” Alice sewot ngeliatin aku masih duduk di depan meja rias.
          “Iyaaaa iyaaa , bawel amat sih !” sahutku.
Tak sampai 5 menit, kami pun meluncur menuju pantai dengan mengendarai mobil Alice.
          “Eh , Lice , Cuma kita doang ? Gak seru dong !” seruku saat di perjalanan.
          “Yaa nggak dong Bella Zuckerberg ! Astaga anak ini kenapa begitu lemoooottt. Aku juga ajak anak-anak , si Joice bawa kamera ! hahah.”
          “Waaaahhhhh , asssiiiiiikkkkkk , bisa foto-fotoo , uyeeee uyeeee,” sahutku kegirangan.
          10 menit kemudian kami sampai di pantai. Ternyata anak-anak sudah kumpul duluan.
          “Eh , Lice , tuh anak-anak udah pada dateng, samperin yuk!” ajakku.
          Kami setengah berlari menghampiri mereka.
          “Woi , lelet banget ! Dia yang ngajakin malah telat!” sembur Joice setibanya kami di sana.
          “Tuh si Bella, kalo dandan lama banget dah !” ujar Alice membela diri.
          “Ehehe, sorry gals! Ya udah, kita nikmatin nih pantai aja yuk !”
          Aku, Alice, Joice , dan yang lainnya langsung menyerbu pantai. Sedangkan Velice mengabadikan segala tingkah kami. Setelah puas bermain, kamipun berjalan menyusuri pantai sambil jeprat-jepret sana sini.
          Tak terasa sebentar lagi sunset. Kamipun memutuskan untuk menyaksikan momen paling indah di senja hari itu. Di sini, di tepian pantai berpasir putih dengan semburat warna merah dan ungu nan indah di langit, aku merasa duniaku telah lengkap dengan kehadiran orang-orang di sekelilingku.
***
15 Oktober 2011
          Tlung-tlung, BB-ku kembali berbunyi. Aku yang tengah asyik mengerjakan soal kimia terpaksa meletakkan pulpen dan meraih benda tersebut. 1 new messsage, unknown number. Siapa yaaaa ??
                      From : 089768743787
                             Siang , ini Bella ya ?
                                            To : 089768743787
                                                Iya , ini siapa yaa ?

                      From : 089768743787
Ini Dammie, temennya  Harry. Boleh kenalan ?
                                            To : 089768743787
 Hmmm, boleh. Kamu dapet no aku dari mana ? emang kita pernah ketemu ?
                      From : 089768743787
                             Aku minta sama Harry, trus Harry minta sama Velice. Kita pernah ketemu kok :)
                                            To : 089768743787
Oh ya ? Kapan ?
                      From : 089768743787
                             Kira-kira seminggu yg lalu di pantai sebelum sunset. Kamu cantik banget, Bel :)
                                            To : 089768743787
Kita Pernah ketemu ? Yang mana kamunya ? Oh ya ? makasih banyak :) jadi maluu (*ノ▽ノ)
                      From : 089768743787
Iya kok, bener deh ;)

Dan percakapan itu terus berlanjut, ternyata Dammie sangat menyenangkan. Aku sangat menikmati percakapan ini hingga tiba-tiba aku teringat akan tugasku.
                                              To : 089768743787
Ya ammpun, aku lupa! Maaf ya gak bsa lanjutin sms nya , tugas aku belum selesai nih ( ´Д)
                      From : 089768743787
Ya udah, maaf ya udah ganggu, g.luck Bel :)

***




23 November 2011
        Well, Fred, aku sekarang makin deket sama si Dammie, kayaknya aku ada feeling deh sama dia, trus tar malem kita mau jalan bareng,” kataku sambil membelai lembut kepala Freddy, kucing kesayanganku.
          “Hmmm, tar pake baju apa yaaa ??? ah udahlah, pake yang nyaman di aku aja!”
***
          From : Dammie
Udah siap, Bell ?
                   To : Dammie
Udah, ni lagi nunggu kamu
          From : Dammie
Ya udah , aku jemput kamu sekarang ya ?
                   To : Dammie
Oke :)

Aku pun turun ke bawah, menghampiri mommy-daddy ku yang sedang menonton acara televisi.
“Wah, rapi sekali kamu sayang, kamu mau ke mana Bell?” tegur mommy ku.
“Paling mau pergi sama cowok tuh dear!” goda daddy.
“Ahhh, daddy,, jangan gitu dooongg, jadi malu nihh,” kataku seraya tersipu malu.
“Hmmm, pantes anak mommy ini rapi banget, wangi lagii! Moga lancar yaaa dear!”sahut mommy ku lagi.
“Amen, I do hope so, mom” sahutku mengamini sambil tersenyum manis.
Terdengar suara pintu diketuk. Mungkinkah itu Dammie???
“Nah, tuh gebetan kamu udah dateng, sana pergi.”ujar mommy.
“Oke mom. Aku pergi dulu mom, dad.” Pamitku pada mommy-daddy ku tercinta.
“Take care, dear!” sahut mommy.
***

“Kamu cantik sekali, Bella” ucap Dammie saat kami sedang makan malam.
“Oh ya? Makasih Dammie. You look nice too.” Balasku.
Dan dia tersenyum. Oh God, that’s the best smile I ever seen! Oh my, baru kali ini kulihat senyum seindah dan setulus itu.
***

10 Desember 2011
Terdengar suara pintu diketuk. Sambil berjalan menuju pintu depan aku bertanya-tanya dalam hati siapa yang datang, apakah Alice? Mungkin, karena dia sering datang tiba-tiba ke rumahku.
“Hai, Bell” sapa Dammie saat aku membuka pintu.
“Kamu, ada apa kesini?” tanyaku.
“Aku gak boleh masuk ya?” tanya nya sambil tersenyum geli melihat wajahku yang kebingungan.
“Oh iya, silakan masuk Dam.” Kataku tersipu. Saking kagetnya dia tiba-tiba datang ke rumahku, aku jadi lupa akan etika menerima tamu yang baik dan benar. Hehe.
“Silakan duduk Damie” kataku.
“Ada apa tiba-tiba kesini Dam?” tanyaku saat kami berdua sudah duduk.
“Gak kenapa-kenapa, pengen ngajakin kamu ke pantai aja” balasnya.
“Ya ampun Dammieee , kenapa gak sms atau telpon dulu? Kan aku bisa siap-siap duluan,” jawabku heran.
“Gak papa kok Bell, aku seneng nungguin kamu,” balasnya sambil tersenyum.
God, lihatlah, senyum itu lagi. Siapa yang takkan terpana melihatnya. Oh God, sadarkan aku, ingatkan aku!
“Bella, Bella Zuckerberg?” panggil Dammie.
“Eh, iya, kamu mau minum apa? Biar aku buatin sebelum aku siap-siap,”
“Kopi aja ya Bell,” pintanya.
Setelah memberikan kopi manis dan sedikit camilan kepada Dammie, aku langsung berlari menuju kamarku dan bersiap-siap.
15 minutes later, aku sudah siap dan turun menemui Dammie.
“Kita berangkat sekarang?” tanya Dammie.
“Oke!”
Kami pun berangkat menuju pantai. Setibanya di pantai, kami pun berjalan menyusuri pantai yang indah. Deburan ombak seakan mengiringi langkah kaki kami. Dammie yang membawa kamera mengarahkan kameranya ke arahku dan aku otomatis tersenyum.
“Bagus,” ucapnya senang, “Kamu suka difoto ya? Tadi langsung senyum,” tanya nya.
“Iya, hehe, kenapa? Norak yaaa?” jawabku tersipu malu.
“Gak lah, bagus kok. Kapan-kapan kita hunting bareng yaa?” ajaknya.
“Oke, ditunggu yaa,” godaku.
Tak terasa sebentar lagi sunset. Langit yang berubah menjadi merah keunguan, burung-burung beterbangan kembali ke sarangnya, deburan ombak nan indah dan di atas pasir putih ini, aku merasa aku sudah tidak menginginkan apapun karena Dammie ada bersamaku sekarang.
***

14 Januari 2012
“Neng, ayoooo bangun, katanya mau hunting! Ayooo ayooo!”
Sayup-sayup aku mendengar suara tersebut, badanku ditepuk dengan lembut. Tapi benarkah pendengaranku?? Itu suara Dammie! Hmmm, mana mungkin dia ada di sini subuh-subuh begini. Mungkin aku terlalu kangen, jadi mengigau yang tidak-tidak, pikirku. Aku kembali menarik selimutku, tapi seperti ada yang menahan tanganku. Siapa itu?? Dengan berat hati aku membuka mataku, dan aku nyaris tak percaya dengan penglihatanku, itu Dammie! Mataku spontan terbelalak, rasa kantuk ku lenyap, hilang entah kemana.
“Dammie, ngapain kamu di sini??” tanyaku shock. Aku tak menyangka subuh-subuh begini dia ada di rumahku. Hei, ini kamarku! Bagaimana dia bisa masuk??
“Tenang, Bella. Aku tadi udah ngomong kok sama mommy kamu. Trus dia nyuruh aku bangunin kamu sendiri, makanya aku ada di sini,” ucapnya sambil tersenyum.
Senyum itu masih menghipnotisku.
“Udah, jangan bengong mulu, cepat siap-siap. Kita hunting sekarang.”
“Apa?? Sekarang??” tanyaku shock.
“Iyaa, sekarang. Cepatt, ntar telat nihh!” serunya.
Aku yang masih mengumpulkan nyawa terpaksa bergegas bersiap-siap. 10 menit kemudian kami pergi dengan mobil Dammie.
“Dam, kita mau kemana??” tanyaku.
“Mau hunting,” jawabnya santai.
“Hunting??? Kemarin aku kira tar sore baru hunting! Subuh-subuh gini hunting di mana Dam??” seruku memulai protes.
“Udaaaahhh, diem aja Non. Bawel banget!” ujar Dammie setengah tertawa.
***
“Kitaa sampaaaaiiiii!” seru Dammie saat kami berdua sudah keluar mobil. Aku mengembuskan napas kuat-kuat menikmati udara sejuk nan segar yang ada.
“Hmmm, untung belum telat. Yuk ikut aku,”
“Kita kemana nih, Dam??” tanyaku untuk kesekian kali nya.
“Kita ke atas, tar di atas pemandangan nya baguuuusss banget. Dijamin gak nyesal deh,”
Sesampainya di puncak, kulihat danau biru nan luas di bawah sana.
“Waaaahhh sunrise!” seruku takjub.
“Iya, baguskan?? Kamu kan liatnya cuma sunset doang, sekarang aku pengen nunjukin indahnya sunrise sama kamu. Gimana??” jawabnya sambil tersenyum.
“Bagus, cantik bangeeettt! Makasih yaaa Dam!” seruku senang.
“Iya, sama-sama. Cantik nya kayak kamu,” jawabnya sambil menatap mataku. Aku hanya bisa tertunduk malu,
“Sekarang gimana? Siap difoto?” tanya Dammie sambil membidikku dengan kameranya.
“Oke, siap, Boss!” jawabku.
***
“Makasih yaaa Dammie!” ucapku saat aku telah sampai di rumah.
“Iya, sama-sama”
“Gak mau mampir dulu, Dam?” tanyaku.
“Gak usah, abis ini aku mau packing barang-barang aku, mau pulang ke Bandung,”
Jujur, aku agak terkejut mendengarnya. Tidak biasanya dia tidak bercerita padaku bahwa dia akan pulang.
“Perlu dibantu gak Dam?” tanyaku lagi.
“Gak usah, barang-barang ku dikit kok, tar ngerepotin kamu lagi,” jawabnya sambil tersenyum, the only smile that makes me melted! Oh my!
“Ya udah, take care ya Dammie,”

***
30 Januari 2012
Sayup-sayup terdengar lagu Haven’t Met You Yet milik Michael Buble. Aku mencari-cari dimana letak smartphone tersebut. Oh God, di mana benda ituuu?? Setelah membongkar tas tangan ku, akhirnya  aku menemukan benda berwarna pink itu. 2 missed call dari Dammie, aduh, gimana nih??
Lagu Haven’t Met You Yet kembali terdengar. Dari Dammie lagi. Aku cepat-cepat mengangkat telepon darinya.
“Halo, Dammie, maaf yaa gak langsung jawab, tadi aku nyari dimana nih BB, aku lupa naroh nya dimana,” aku langsung nyerocos begitu saja.
“Hei, Bella. Udah, ga papa kok. Lagi ngapain?” tanya Dammie.
“Lagi sebel nih sama hujan, aku jadi gak bisa ngapa-ngapain,” jawabku sebal.
“Hahahahah, sama hujan aja sebel, Bell. Hujan tuh bagus tauk!” sahutnya.
“Apanya yang bagus?? Bikin kedinginan, gak bisa lanjutin aktivitas, gak bisa nikmatin bagusnya taman bunga lagi!”
“Itu salahnya kamu Bell. Kamu gak pernah keluar pas ujan ya?”
“Gak pernah, mau ngapain juga basah-basahan di luar,” jawabku sedikit ketus.
“Hahahah, gitu aja sewot Bell. Stay calm, gals. Tar deh, tunggu aku ke sana aku tunjukin bagusnya ujan.” Janjinya.
“Bener yaaaa ??? aku tunggu loh!”
“Iyaaa iyaaaa Bella Zuckerberg!” jawabnya gemas.
“Ehehe, kamu lagi sibuk apa sekarang?”
“Sebentar lagi aku meeting nih Bell, udah dulu ya, aku mau nyiapin berkas-berkasnya dulu.” Jawabnya.
“Oke, good luck ya Dammie,” jawabku.
“Iya, thanks a lot yaa dear!” balas Dammie yang kemudian mematikan telepon.
Aku terpana, tak percaya dengan pendengaranku. Tadi dia manggil aku apa? Dear?? Oh God, pendengaranku gak salah kan ?? Ya ampun, jantungku berdebar kencang, saking senangnya mendengar Dammie mamanggilku Dear.

***
“Halo Bella,”
“Halo, Dam, ada apa? Uda selese meetingnya?” tanyaku saat ia menelepon.
“Udah selese kok. Besok aku ke tempat kamu, sekalian mau nepatin janji nih, hehe,” ujarnya.
“Wah, beneran Dam?? Kamu gak bohong kan??” tanyaku setengah tak percaya.
“Iyaa, gak percaya banget sih??” serunya pura-pura merajuk.
“Hehehe, iyaa iyaa, percaya deeehh” lanjutku.
“Oke, itu aja deh Bell, uda malem nih. Kamu bobo aja gih.”
“Aku belum ngantuk kok,” balasku.
“Kamu harus tidur, besok sekolah kan??” bujuknya.
“Iya deh. Ya udah, met malem yaaa , Dammie,” ucapku kemudian.
“Met malam malaikat kecilku, have a nice dream.”
Setelah Dammie menutup teleponnya, aku tak bisa langsung tertidur. Aku terbayang-bayang akan rencana untuk hari esok, apa kejutan yang akan ditunjukkannya, bagaimana dia akan membuatku berdecak kagum atas segala sesuatu yang sebelumnya tak pernah kulihat atau tak pernah terpikirkan olehku keindahannya. Dan tiba-tiba, aku terbayang akan wajahnya, senyumnya yang masih membuatku meleleh, tatapan matanya yang tajam tetapi lembut, hidungnya yang mancung, semuanya. Jika aku ditanya apa yang membuatku jatuh cinta padanya, aku tak tau harus menjawab apa. Kenapa? Karena dia bagaikan malaikat yang tak memiliki celah sedikitpun. Oh God, izinkan aku terus bersamanya, aku ingin terus bisa melihat senyumnya, menatap dalam matanya. Semoga.
Tak terasa waktu telah terlalu larut. Pantas saja aku sudah menguap beratus-ratus kali. Well, mungkin sebaiknya aku segera tidur.
***

31 Januari 2012
“Huuuuaaahhhh , capek banget, mana panas lagi!” ujarku sambil menghempaskan diri di atas kasur empukku sepulang sekolah.
“Bella, makan siang dulu dear!” panggil mommy.
“Yes, mom, just a minute, I wanna change my clothes.”
5 menit kemudian, aku turun dan menuju ruang makan. Mommyku telah duduk menantiku untuk makan siang bersama.
“Mommy belum makan?” tanyaku.
“Belum, mommy lagi males makan sendirian, jadi nungguin kamu.” Sahut mommy sambil tersenyum padaku.
Saat kami tengah asyik makan sambil berbincang-bincang, terdengar suara pintu diketuk.
“Biar aku yang buka mom, mommy lanjut makan aja,” kataku seraya beranjak dari meja makan. 
Sesampainya di depan pintu dan ketika pintu tersebut sudah kubuka, betapa terkejutnya aku melihat Dammie di depan mataku.
“Kapan kamu datang ke sini?” tanyaku setengah tak percaya.
“Nyampenya sih tadi sekitar jam 10an gitu, aku gak boleh masuk lagi nih??” tanyanya sambil tersenyum geli.
Aku yang masih bengong cepat-cepat mengajaknya masuk.
“Ayo masuk Dam. Aku sama mommy lagi makan siang, mau ikutan?” tawarku.
“Hmm, boleh deh. Emang mommy kamu bolehin aku masuk dalam lingkaran kewanitaan kalian?” tanyanya sambil tersenyum menggoda.
“Ah kamu ada-ada aja Dam.  Mom, Dammie mau ikut kita makan siang nih,”
“Owww, nak Dammie. Ayoo ayoo, duduk di sini.” Ucap mommyku.
“Iya, Mrs. Zuckerberg. Terima kasih banyak jamuannya.” Ucap Dammie malu-malu.
“Ah kamu Dam, tumben malu-malu. Hahaha,” ledekku.
“Bella!” seru mommyku. “Ayuk Dammie, kita makan bersama.”
Dan kami pun makan siang bersama. Suasana yang tercipta sama sekali tidak kaku seperti sekejap tadi, ketika Dammie malu-malu. Dammie dan mommy sangat cepat akrab, mereka berbicara tentang apa saja, tanpa lupa mengajakku masuk dalam pembicaraan mereka. Makan siang kali ini terasa sangat menyenangkan.
“Daddy kamu mana, Bel?” tanya Dammie setelah kami selesai makan.
“Daddy masih di kantor, Dam. Pulangnya ntar sekitar jam 5an gitu.” Jawabku.
“Oooww, itu yaa daddy kamu?” tanyanya seraya menunjuk foto keluargaku yang terpajang di dinding ruang tamu.
“Iyaaa, ganteng kan daddyku?” ucapku bangga.
“Iya cakep, tapi aku gak kalah saing kan Bell??” ujarny sambil mengedipkan sebelah matanya.
“Ehhhh,” sumpah, aku speechless, mukaku otomatis memerah.
“Hahahaha, gak sampe merah gitu juga kali mukanya Bell,” tawanya meledak melihat mukaku yang memerah.
“Aaaaahhhhh, kamuuuuuuu! Iseng banget sih!” jawabku sambil mencubitnya.
“Ampuuuunnn, ampuuuunn, Bell” ujarnya kesakitan.
“Makanya jangan iseng!” ucapku membela diri.
“Eh, katanya mau nepatin janji?” tagihku.
“Oh iya, tapi gak ujan nih Bell, gimana dong?”
Tiba-tiba terdengar bunyi guntur dan gerimis mulai turun, yang kemudian menjadi hujan lebat.
“Nah tuh ujan Dam?” ujarku sambil tersenyum usil.
“Hmm, kita minta izin sama mommy kamu dulu ya, kalo mommy kamu bolehin kita pergi,” ujarnya mantap.
Setelah mendapat izin dari mommy, kami pun meluncur dengan mobil Dammie menuju tempat dia akan menepati janjinya. Sesampainya di sana, dia membukakan pintu mobil untukku, yang membuatku tersanjung setengah mati.
“Kita mau ngapain ujan-ujan begini, Dam?” tanyaku.
“Udah, ikut aja, percaya sama aku,” jawabnya sambil tersenyum.
Sesampainya di tempat yang di tuju, aku takjub, mulutku terbuka, mataku terbelalak. Taman di tepi danau ini begitu segar tertimpa air hujan. Bunga-bunga seakan menari terkena percikan air hujan yang terhalang pohon besar, 2 buah ayunan terlihat kokoh tergantung di pohon rindang nan kuat itu. Di tepian danau terlihat banyak anak kura-kura berenang-renang kegirangan terkena hujan, anak-anak bebek berenang kesana-kemari, dan kupu-kupu berlindung di bawah daun-daun bunga yang agak besar. Aku hanya bisa tertawa senang melihatnya, tanpa bisa berkata apapun. Tak kusangka ada pemandangan seindah ini pada saat hujan, saat-saat yang paling kubenci selama ini.
“Gimana? Bagus kan?” tanyanya sambil tersenyum bangga melihat wajahku yang begitu terpesona.
“Iyaaa , bagus banget, Dam! Aku gak nyangka ujan-ujan begini ada yang kayak beginian,” jawabku senang.
“Berarti janji aku udah aku tepatin kan?” tanyanya sambil tersenyum. “Aku pengen ngebahagiain kamu terus, Bell, mekipun aku harus mengorbankan hidupku,” lanjutnya seraya menatap lembut mataku.
God, senyum itu lagi, senyumnya menambah keindahan di sekelilingku. Andai aku bisa menghentikan waktu, aku ingin menghentikannya saat ini juga, kalau bisa akan seperti ini sampai aku mati.
***
10 Februari 2012
Sudah lebih dari satu minggu aku tak bisa menghubungi Dammie, tak biasanya dia seperti ini. Teleponku di-reject, sms tak dibalas, BBM nya pun offline. Aku bingung harus mencarinya di mana. God, is there something wrong with him?? I’m so worried  about him. Semoga dia gak kenapa-kenapa, doaku dalam hati.
***

13 Februari 2012
Haven’t Met You Yet milik Michael Buble kembali terdengar. Langsung kuangkat telepon tersebut tanpa melihat siapa yang menelepon.
“Halo,” jawabku malas.
“Halo, Bella?” terdengar suara di seberang sana.
Aku terpana, benarkah pendengaranku? Apakah aku tak berimajinasi? Is it real? Oh God, itu suara Dammie, suara yang amat kurindukan.
“Bell? Bella?”
“Eh, iya, Dammie kan?”
“Iya ini aku. Kamu apa kabar, Bell?”
“Not too good, what about ya?” tanyaku. Ya, tak sebaik saat kau bersamaku, tambahku dalam hati.
“Lumayan. Bell, ada yang pengen aku omongin.”
“Silakan aja Dam, mau ngomong apa?”
“Bell, kayaknya kita gak usah berhubungan lagi aja deh,”
“Kenapa??” selaku cepat.
“Karena..karena, ah udah lah, aku gak bisa kasi tau kamu, aku gak mau kamu jadi menderita nantinya.”
“Kamu ngejauhin aku selama ini aja aku udah cukup menderita, Dam! Sekarang kamu bilang kita gak usah berhubungan lagi, itu bikin aku serasa gak idup! Kamu bilang supaya aku gak menderita nantinya, apanya yang gak menderita Dam??” aku mulai terisak.
“Aku udah bilang aku gak bisa jelasin ke kamu, pokoknya aku pengen kamu bahagia, itu aja udah cukup buat aku,”
“Aku cuma bisa bahagia kalo ada kamu Dam,” air mataku tak bisa lagi kubendung, tertumpah seiring dengan adanya petir di luar sana.
“Ya udah, Bell, aku cuma mau bilang itu. Makasih buat semuanya, Bell. Aku senang pernah ngenal kamu.”
Dan telepon pun langsung terputus, Dammie mematikannya begitu saja, tanpa mau mendengarku lagi. Oh God, apa yang harus aku lakukan tanpanya? Tak bisakah aku melihat senyumnya lagi? Tak bisakah dia mendengarku, mengabulkan permohonanku untuk tak meninggalkanku?
***
3 Maret 2012
Aku merasa bingung ketika membaca novel, dimana terdapat kalimat “1 tahun kemudian” atau sejenisnya setelah sang tokoh utama ditinggalkan oleh pasangannya. Aku bingung, bagaimana sang tokoh cerita menjalankan hidupnya? Kenapa langsung 1 tahun kemudian? Tapi kini aku mengerti, karena aku juga mengalaminya sekarang. Tak ada yang bisa kulakukan, mungkin karena itulah sang penulis novel langsung menceritakan keadaan tokohnya setelah 1 tahun kemudian ketika sebuah konflik yang ada mulai menghilang, dan tokoh baru menemukan orang lain yang dianggapnya bisa dijadikan sandaran. Tapi aku, aku masih dibayangi oleh bayang-bayang Dammie, masih tak bisa pindah, belum mampu untuk move on.
Tiba-tiba Haven’t Met You Yet sayup-sayup terdengar. Kulihat screen BB, dari nomor yang tak kukenal.
“Halo,” jawabku.
“Halo, benar ini dengan Bella Zuckerberg?” tanya wanita bersuara keibuan di seberang sana. Siapa dia?
“Benar, saya sendiri. Ini siapa ya? Ada apa?” tanyaku formal, mengingat ini orang yang tak kukenal.
“Ini mamanya Dammie, kebetulan saya sedang berada di daerah kamu tinggal, bisa kita bertemu?”
Ini mamanya Dammie??? Oh God, kejutan apa lagi ini? Aku tak sanggup bertemu mamanya, luka hati akibat ditinggal Dammie masih belum sembuh, aku takut ini hanya akan menambah lukaku.
“Bagaimana Bella? Bisa?” pinta mama Dammie setengah memelas.
God, aku tak sanggup menemuinya, tapi aku lebih tak sanggup menolak permintaannya.
“Baiklah, di mana kita bertemu...”
“Panggil saya Tante Marie saja.”
“Dimana kita bertemu, Tante Marie?” tanyaku lagi.
“Gimana kalo di kafe dekat taman 1 jam lagi?”
“Oke, saya akan ke sana. Tapi bagaimana saya bisa mengenali Tante?” tanyaku kebingungan.
“Kamu tenang aja, saya tau kamu yang mana, nanti saya akan memanggil kamu,” ujarnya lagi.
“Baiklah Tante, sampai jumpa nanti,” kataku, kemudian telepon pun terputus.
Satu jam kemudian, aku telah sampai di kafe tempat kami bertemu. Aku melihat sekeliling, menebak yang mana mamanya Dammie. Tiba-tiba seorang wanita cantik berdiri dan melambai ke arahku. Itukah dia? Dengan ragu aku berjalan ke arahnya.
“Tante Marie?” tanyaku.
“Iya, kamu Bella ya? Cantik sekali, seperti yang Dammie ceritakan pada Tante,” jawabnya sambil tersenyum senang.
“Ada apa Tante?” tanyaku to the point.
Senyum di wajah cantik itu menghilang, tergantikan dengan senyum lemah nan getir.
“Dammie, Bell, ini tentang Dammie.”
“Dammie??? Dammie kenapa, Tante???”
“Dammie, dia menderita Leukimia stadium akhir, sekarang dia ada di rumah sakit. Tante udah gak tau mau ngapain lagi. Mungkin karena dia amat sayang sama kamu, kalau kamu datang menemui dia, mungkin bisa ngurangin sakitnya dia. Tolonglah Bell, jenguk dia, beri dia semangat untuk hidup, karena dokter telah memvonis beberapa hari lagi kemungkinan nyawanya tak bisa tertolong lagi,” ujarnya sambil berlinang air mata.
Aku tak kuasa menahan tangis, air mataku yang selama ini telah mengering karena terlalu sering menangiskannya, kembali tumpah.
“Benarkah Tante??” tanyaku di sela-sela tangisku. “Bagaimana dia bisa mengidap leukimia Tante ?? selama ini dia baik baik saja !”
“Mungkin dia menyembunyikannya darimu supaya kamu gak sedih, Bell. Dia gak pernah pengen liat kamu menangis sedih seperti ini,”
“Tante bilang supaya aku gak sedih ??? Saat ini aku merasa duniaku runtuh, Tan ! Aku gak tau harus gimana, orang yang aku sayang sekarang sekarat, tanpa bisa aku temenin dia di saat dia sakit. Aku kurang menderita apa sekarang Tan??? Ini yang dia pengen ?? ngeliat aku hancur beginii ?? Aku gak tau Tan harus ngapain, aku..akuuu..” emosiku meluap, bibirku bergetar, semua yang telah ku pendam tak lagi dapat kusembunyikan.
“Maaf, Bella , Tante gak bisa ngasih tau kamu lebih awal, ini permintaan Dammie, Bell.”
“Tapi setidaknya kalo Tante kasih tau aku lebih awal aku bisa nemenin dia Tante , aku pengen ngerasain sakitnya dia , berdoa di sampingnya semoga dia cepat sembuh, Tan. Aku pengen liat dia selalu tersenyum, ngeliat dia bisa bahagia.”
“Jadi, kamu mau menjenguk Dammie, Sayang?” tanya mama Dammie.
“Kalo keadaan Dammie kayak gini, aku gak berani Tan, aku gak berani liat muka dia, aku gak mau sedih di depannya , dia harus kuat Tante”
“Tapi Tante yakin, kamulah sumber kekuatannya, segala yang diinginkannya. Tolonglah, ikut Tante ya?”
“Tapi Tante, kalo pas ketemu aku dia jadi makin sakit gimana?” tanyaku cemas.
“Jangan khawatir, Dammie anak yang kuat,” ujarnya sambil tersenyum.
“Baiklah Tante, aku mau ketemu dia,”
“Sekarang Tante antar kamu ke rumah kamu ya, sekalian Tante mau minta izin buat ajakin kamu ke sana,”
***

“Waktu kamu deket sama Dammie, dia suka banget cerita tentang kamu sama Tante, katanya kamu tuh cantik, baik, nyenengin, dan ternyata dia benar,” kenangnya sambil tersenyum simpul ketika kami berjalan di selasar rumah sakit menuju ruangan Dammie.
“Ah, dia berlebihan Tante, saya gak sebaik itu,” jawabku sambil tersipu.
“Kalo dia cerita tentang kamu, gak bisa berenti, pasti jadi panjang ceritanya, nah, kita udah sampai di ruangan Dammie, yuk masuk,”
Setelah kami memakai baju khusus, kami masuk ke ruangan Dammie di rawat.
“Dammie,” panggilku.
Dia menoleh, rambut lebat yang menutupi kepalanya kini tak ada lagi. Mata yang selalu berbinar itu kini amat sendu, mencerminkan suasana hatinya, serta senyumnya yang teramat indah itu kini telah lenyap, seakan tak pernah hadir di bibir indah itu. God, separah itukah dirinya?
“Bella?” mata yang mati itu mulai mengenaliku.
“Iya, ini aku. Kenapa kamu gak cerita sama aku Dam??” sergahku.
“Aku gak mau buat kamu sedih, Bell. Aku tau kamu bakalan kayak gini kalo tau penyakitku ini.”
“Tapi setidaknya aku bisa nemenin kamu, dan kamu tau Dam , aku ngerasa gak berguna karena gak bisa nemenin kamu di saat seperti ini,” jawabku sedih
“Udahlah, Bell, gak ada yang perlu disesalin. Keadaanku tetap akan seperti ini, dan aku sebentar lagi akan meninggalkan dunia ini, dan kamu gak usah ngerasa kayak gitu, aku gak mau buat kamu tambah hancur setelah tau penyakitku ini.”
“Dammie, kamu gak boleh ngomong kayak gitu!” seruku dan mama Dammie bersamaan.
“Udahlah ma, Bell. Makasih ya Bell mau jenguk aku di sini. Maaf kalo kita ketemu dalam keadaan aku yang kayak gini.”
“Iya, Dam, aku senang bisa ketemu kamu lagi,”
Dan dia tersenyum, senyumnya yang indah itu tersungging di wajahnya yang lemah. Oh, God. Dialah segala yang kuinginkan dalam hidup.
“Aku mau tidur, ma, Bell, aku capek,” lanjutnya.
“Iya, tidurlah, nak,” jawab ibunya.
“Makasih Bell udah pernah ada di hidupku. Kamulah yang memenuhi hatiku selama ini. Jangan pernah bersedih, Dear. Kamu pantas berbahagia, meski bukan denganku. Jangan pernah nangis lagi Bell, cukup aku yang membuatmu menderita, aku gak mau kamu menderita seperti ini lagi,”
“Kamu jangan ngomong yang aneh aneh, Dam. Kamu gak buat aku menderita kok, kamu yang buat aku bahagia. Kamu pasti sembuh Dam!”
“Yah, semoga,” ucapnya sambil tersenyum lemah.
“Tidurlah, Dam,” kataku sambil merapikan selimutnya.
Tak lama setelah ia tertidur, tiba-tiba alat pendeteksi organ vitalnya berbunyi nyaring. Dokter dan para suster menghambur ke arahnya. Aku tak kuasa menahan tangis yang sedari tadi kutahan. Tak lama kemudian, dokter keluar dari ruangan Dammie dan hanya menggelengkan kepalanya lemah ke arah kami. Mama Dammie dan aku menangisi kepergiannya.
***

Dammie, makasih atas semua yang telah kau tunjukkan padaku, sunrise, indahnya hujan, dan senyummu yang takkan bisa kulupakan. Aku akan terus bahagia, Dam, tak akan menangis lagi, sesuai permintaanmu. Dan kamu akan selalu hidup dalam hatiku, takkan pernah mati di hatiku meski aku sendiri telah mati, karena kamu segalaku.

2 komentar: