5 Oktober 2011
Tlung ,
BB ku berbunyi. Aku yang sedang asyik bermain dengan kucingku lalu menghentikan
kebiasaan menyenangkan tersebut dan mengambil BB di atas kasur. SMS dari Alice.
From : Alice
Bell, pantai yuk !
To : Alice
OK ! kapan? Sekarang?
From : Alice
Gak , tunggu aku nikah ! ya iya lah
sekarang. Aku otw k rumah kamu sekarang.
To
: Alice
Oke , sip ! aku siap siap sekarang
Kulempar
BB ke atas kasur , lalu aku berlari ke kamar mandi. 10 menit kemudian aku telah
siap berdandan di depan cermin.
“Hmmmmm,,
dandan cantik cantik gak yah ? tapi cuma ke pantai -_- , ah udahlah , bodo
amat.”
5
menit kemudian Alice sampai di rumah dan langsung menerobos masuk kamarku.
“Woi
Bell, cepet dikit dong , bekarat tauk nungguin kamu dandan” Alice sewot
ngeliatin aku masih duduk di depan meja rias.
“Iyaaaa
iyaaa , bawel amat sih !” sahutku.
Tak sampai 5 menit, kami pun
meluncur menuju pantai dengan mengendarai mobil Alice.
“Eh
, Lice , Cuma kita doang ? Gak seru dong !” seruku saat di perjalanan.
“Yaa
nggak dong Bella Zuckerberg ! Astaga anak ini kenapa begitu lemoooottt. Aku
juga ajak anak-anak , si Joice bawa kamera ! hahah.”
“Waaaahhhhh
, asssiiiiiikkkkkk , bisa foto-fotoo , uyeeee uyeeee,” sahutku kegirangan.
10
menit kemudian kami sampai di pantai. Ternyata anak-anak sudah kumpul duluan.
“Eh
, Lice , tuh anak-anak udah pada dateng, samperin yuk!” ajakku.
Kami
setengah berlari menghampiri mereka.
“Woi
, lelet banget ! Dia yang ngajakin malah telat!” sembur Joice setibanya kami di
sana.
“Tuh
si Bella, kalo dandan lama banget dah !” ujar Alice membela diri.
“Ehehe,
sorry gals! Ya udah, kita nikmatin nih pantai aja yuk !”
Aku, Alice, Joice , dan yang lainnya
langsung menyerbu pantai. Sedangkan Velice mengabadikan segala tingkah kami.
Setelah puas bermain, kamipun berjalan menyusuri pantai sambil jeprat-jepret
sana sini.
Tak terasa sebentar lagi sunset.
Kamipun memutuskan untuk menyaksikan momen paling indah di senja hari itu. Di
sini, di tepian pantai berpasir putih dengan semburat warna merah dan ungu nan
indah di langit, aku merasa duniaku telah lengkap dengan kehadiran orang-orang
di sekelilingku.
***
15
Oktober 2011
Tlung-tlung, BB-ku kembali berbunyi.
Aku yang tengah asyik mengerjakan soal kimia terpaksa meletakkan pulpen dan
meraih benda tersebut. 1 new messsage, unknown number. Siapa yaaaa ??
From : 089768743787
Siang , ini Bella ya ?
To : 089768743787
Iya , ini siapa yaa ?
From : 089768743787
Ini Dammie,
temennya Harry. Boleh kenalan ?
To : 089768743787
Hmmm, boleh. Kamu dapet no aku
dari mana ? emang kita pernah ketemu ?
From : 089768743787
Aku minta
sama Harry, trus Harry minta sama Velice. Kita pernah ketemu kok :)
To : 089768743787
Oh ya ? Kapan ?
From : 089768743787
Kira-kira
seminggu yg lalu di pantai sebelum sunset. Kamu cantik banget, Bel :)
To : 089768743787
Kita Pernah ketemu ? Yang mana kamunya ? Oh ya ? makasih banyak :)
jadi maluu (*ノ▽ノ)
From : 089768743787
Iya kok, bener
deh ;)
Dan
percakapan itu terus berlanjut, ternyata Dammie sangat menyenangkan. Aku sangat
menikmati percakapan ini hingga tiba-tiba aku teringat akan tugasku.
To
: 089768743787
Ya ammpun, aku lupa! Maaf ya gak bsa lanjutin sms nya , tugas aku
belum selesai nih ( ;´Д`)
From : 089768743787
Ya udah, maaf
ya udah ganggu, g.luck Bel :)
***
23 November 2011
“Well, Fred, aku sekarang makin
deket sama si Dammie, kayaknya aku ada feeling deh sama dia, trus tar malem
kita mau jalan bareng,” kataku sambil membelai lembut kepala Freddy, kucing
kesayanganku.
“Hmmm, tar pake baju apa yaaa ??? ah
udahlah, pake yang nyaman di aku aja!”
***
From : Dammie
Udah siap, Bell ?
To
: Dammie
Udah, ni lagi nunggu kamu
From : Dammie
Ya udah , aku jemput kamu sekarang ya ?
To
: Dammie
Oke :)
Aku pun
turun ke bawah, menghampiri mommy-daddy ku yang sedang menonton acara televisi.
“Wah,
rapi sekali kamu sayang, kamu mau ke mana Bell?” tegur mommy ku.
“Paling
mau pergi sama cowok tuh dear!” goda daddy.
“Ahhh,
daddy,, jangan gitu dooongg, jadi malu nihh,” kataku seraya tersipu malu.
“Hmmm,
pantes anak mommy ini rapi banget, wangi lagii! Moga lancar yaaa dear!”sahut
mommy ku lagi.
“Amen, I
do hope so, mom” sahutku mengamini sambil tersenyum manis.
Terdengar
suara pintu diketuk. Mungkinkah itu Dammie???
“Nah, tuh
gebetan kamu udah dateng, sana pergi.”ujar mommy.
“Oke mom.
Aku pergi dulu mom, dad.” Pamitku pada mommy-daddy ku tercinta.
“Take
care, dear!” sahut mommy.
***
“Kamu
cantik sekali, Bella” ucap Dammie saat kami sedang makan malam.
“Oh ya?
Makasih Dammie. You look nice too.” Balasku.
Dan dia
tersenyum. Oh God, that’s the best smile I ever seen! Oh my, baru kali ini
kulihat senyum seindah dan setulus itu.
***
10 Desember 2011
Terdengar
suara pintu diketuk. Sambil berjalan menuju pintu depan aku bertanya-tanya dalam
hati siapa yang datang, apakah Alice? Mungkin, karena dia sering datang
tiba-tiba ke rumahku.
“Hai,
Bell” sapa Dammie saat aku membuka pintu.
“Kamu,
ada apa kesini?” tanyaku.
“Aku gak
boleh masuk ya?” tanya nya sambil tersenyum geli melihat wajahku yang
kebingungan.
“Oh iya,
silakan masuk Dam.” Kataku tersipu. Saking kagetnya dia tiba-tiba datang ke
rumahku, aku jadi lupa akan etika menerima tamu yang baik dan benar. Hehe.
“Silakan
duduk Damie” kataku.
“Ada apa
tiba-tiba kesini Dam?” tanyaku saat kami berdua sudah duduk.
“Gak
kenapa-kenapa, pengen ngajakin kamu ke pantai aja” balasnya.
“Ya ampun
Dammieee , kenapa gak sms atau telpon dulu? Kan aku bisa siap-siap duluan,”
jawabku heran.
“Gak papa
kok Bell, aku seneng nungguin kamu,” balasnya sambil tersenyum.
God, lihatlah,
senyum itu lagi. Siapa yang takkan terpana melihatnya. Oh God, sadarkan aku,
ingatkan aku!
“Bella,
Bella Zuckerberg?” panggil Dammie.
“Eh, iya,
kamu mau minum apa? Biar aku buatin sebelum aku siap-siap,”
“Kopi aja
ya Bell,” pintanya.
Setelah
memberikan kopi manis dan sedikit camilan kepada Dammie, aku langsung berlari
menuju kamarku dan bersiap-siap.
15
minutes later, aku sudah siap dan turun menemui Dammie.
“Kita
berangkat sekarang?” tanya Dammie.
“Oke!”
Kami pun
berangkat menuju pantai. Setibanya di pantai, kami pun berjalan menyusuri
pantai yang indah. Deburan ombak seakan mengiringi langkah kaki kami. Dammie
yang membawa kamera mengarahkan kameranya ke arahku dan aku otomatis tersenyum.
“Bagus,”
ucapnya senang, “Kamu suka difoto ya? Tadi langsung senyum,” tanya nya.
“Iya,
hehe, kenapa? Norak yaaa?” jawabku tersipu malu.
“Gak lah,
bagus kok. Kapan-kapan kita hunting bareng yaa?” ajaknya.
“Oke,
ditunggu yaa,” godaku.
Tak
terasa sebentar lagi sunset. Langit yang berubah menjadi merah keunguan,
burung-burung beterbangan kembali ke sarangnya, deburan ombak nan indah dan di
atas pasir putih ini, aku merasa aku sudah tidak menginginkan apapun karena
Dammie ada bersamaku sekarang.
***
14 Januari 2012
“Neng,
ayoooo bangun, katanya mau hunting! Ayooo ayooo!”
Sayup-sayup
aku mendengar suara tersebut, badanku ditepuk dengan lembut. Tapi benarkah
pendengaranku?? Itu suara Dammie! Hmmm, mana mungkin dia ada di sini
subuh-subuh begini. Mungkin aku terlalu kangen, jadi mengigau yang tidak-tidak,
pikirku. Aku kembali menarik selimutku, tapi seperti ada yang menahan tanganku.
Siapa itu?? Dengan berat hati aku membuka mataku, dan aku nyaris tak percaya
dengan penglihatanku, itu Dammie! Mataku spontan terbelalak, rasa kantuk ku
lenyap, hilang entah kemana.
“Dammie,
ngapain kamu di sini??” tanyaku shock. Aku tak menyangka subuh-subuh begini dia
ada di rumahku. Hei, ini kamarku! Bagaimana dia bisa masuk??
“Tenang,
Bella. Aku tadi udah ngomong kok sama mommy kamu. Trus dia nyuruh aku bangunin
kamu sendiri, makanya aku ada di sini,” ucapnya sambil tersenyum.
Senyum
itu masih menghipnotisku.
“Udah,
jangan bengong mulu, cepat siap-siap. Kita hunting sekarang.”
“Apa??
Sekarang??” tanyaku shock.
“Iyaa,
sekarang. Cepatt, ntar telat nihh!” serunya.
Aku yang
masih mengumpulkan nyawa terpaksa bergegas bersiap-siap. 10 menit kemudian kami
pergi dengan mobil Dammie.
“Dam,
kita mau kemana??” tanyaku.
“Mau
hunting,” jawabnya santai.
“Hunting???
Kemarin aku kira tar sore baru hunting! Subuh-subuh gini hunting di mana Dam??”
seruku memulai protes.
“Udaaaahhh,
diem aja Non. Bawel banget!” ujar Dammie setengah tertawa.
***
“Kitaa
sampaaaaiiiii!” seru Dammie saat kami berdua sudah keluar mobil. Aku
mengembuskan napas kuat-kuat menikmati udara sejuk nan segar yang ada.
“Hmmm,
untung belum telat. Yuk ikut aku,”
“Kita
kemana nih, Dam??” tanyaku untuk kesekian kali nya.
“Kita ke
atas, tar di atas pemandangan nya baguuuusss banget. Dijamin gak nyesal deh,”
Sesampainya
di puncak, kulihat danau biru nan luas di bawah sana.
“Waaaahhh
sunrise!” seruku takjub.
“Iya,
baguskan?? Kamu kan liatnya cuma sunset doang, sekarang aku pengen nunjukin
indahnya sunrise sama kamu. Gimana??” jawabnya sambil tersenyum.
“Bagus,
cantik bangeeettt! Makasih yaaa Dam!” seruku senang.
“Iya,
sama-sama. Cantik nya kayak kamu,” jawabnya sambil menatap mataku. Aku hanya bisa
tertunduk malu,
“Sekarang
gimana? Siap difoto?” tanya Dammie sambil membidikku dengan kameranya.
“Oke,
siap, Boss!” jawabku.
***
“Makasih
yaaa Dammie!” ucapku saat aku telah sampai di rumah.
“Iya,
sama-sama”
“Gak mau
mampir dulu, Dam?” tanyaku.
“Gak usah,
abis ini aku mau packing barang-barang aku, mau pulang ke Bandung,”
Jujur,
aku agak terkejut mendengarnya. Tidak biasanya dia tidak bercerita padaku bahwa
dia akan pulang.
“Perlu
dibantu gak Dam?” tanyaku lagi.
“Gak
usah, barang-barang ku dikit kok, tar ngerepotin kamu lagi,” jawabnya sambil
tersenyum, the only smile that makes me melted! Oh my!
“Ya udah,
take care ya Dammie,”
***
30 Januari 2012
Sayup-sayup
terdengar lagu Haven’t Met You Yet milik Michael Buble. Aku mencari-cari dimana
letak smartphone tersebut. Oh God, di mana benda ituuu?? Setelah membongkar tas
tangan ku, akhirnya aku menemukan benda
berwarna pink itu. 2 missed call dari Dammie, aduh, gimana nih??
Lagu
Haven’t Met You Yet kembali terdengar. Dari Dammie lagi. Aku cepat-cepat mengangkat
telepon darinya.
“Halo,
Dammie, maaf yaa gak langsung jawab, tadi aku nyari dimana nih BB, aku lupa
naroh nya dimana,” aku langsung nyerocos begitu saja.
“Hei,
Bella. Udah, ga papa kok. Lagi ngapain?” tanya Dammie.
“Lagi
sebel nih sama hujan, aku jadi gak bisa ngapa-ngapain,” jawabku sebal.
“Hahahahah,
sama hujan aja sebel, Bell. Hujan tuh bagus tauk!” sahutnya.
“Apanya
yang bagus?? Bikin kedinginan, gak bisa lanjutin aktivitas, gak bisa nikmatin
bagusnya taman bunga lagi!”
“Itu
salahnya kamu Bell. Kamu gak pernah keluar pas ujan ya?”
“Gak
pernah, mau ngapain juga basah-basahan di luar,” jawabku sedikit ketus.
“Hahahah,
gitu aja sewot Bell. Stay calm, gals. Tar deh, tunggu aku ke sana aku tunjukin
bagusnya ujan.” Janjinya.
“Bener
yaaaa ??? aku tunggu loh!”
“Iyaaa
iyaaaa Bella Zuckerberg!” jawabnya gemas.
“Ehehe,
kamu lagi sibuk apa sekarang?”
“Sebentar
lagi aku meeting nih Bell, udah dulu ya, aku mau nyiapin berkas-berkasnya
dulu.” Jawabnya.
“Oke,
good luck ya Dammie,” jawabku.
“Iya,
thanks a lot yaa dear!” balas Dammie yang kemudian mematikan telepon.
Aku
terpana, tak percaya dengan pendengaranku. Tadi dia manggil aku apa? Dear?? Oh
God, pendengaranku gak salah kan ?? Ya ampun, jantungku berdebar kencang,
saking senangnya mendengar Dammie mamanggilku Dear.
***
“Halo
Bella,”
“Halo,
Dam, ada apa? Uda selese meetingnya?” tanyaku saat ia menelepon.
“Udah
selese kok. Besok aku ke tempat kamu, sekalian mau nepatin janji nih, hehe,”
ujarnya.
“Wah,
beneran Dam?? Kamu gak bohong kan??” tanyaku setengah tak percaya.
“Iyaa,
gak percaya banget sih??” serunya pura-pura merajuk.
“Hehehe,
iyaa iyaa, percaya deeehh” lanjutku.
“Oke, itu
aja deh Bell, uda malem nih. Kamu bobo aja gih.”
“Aku
belum ngantuk kok,” balasku.
“Kamu
harus tidur, besok sekolah kan??” bujuknya.
“Iya deh.
Ya udah, met malem yaaa , Dammie,” ucapku kemudian.
“Met
malam malaikat kecilku, have a nice dream.”
Setelah
Dammie menutup teleponnya, aku tak bisa langsung tertidur. Aku terbayang-bayang
akan rencana untuk hari esok, apa kejutan yang akan ditunjukkannya, bagaimana
dia akan membuatku berdecak kagum atas segala sesuatu yang sebelumnya tak
pernah kulihat atau tak pernah terpikirkan olehku keindahannya. Dan tiba-tiba,
aku terbayang akan wajahnya, senyumnya yang masih membuatku meleleh, tatapan
matanya yang tajam tetapi lembut, hidungnya yang mancung, semuanya. Jika aku
ditanya apa yang membuatku jatuh cinta padanya, aku tak tau harus menjawab apa.
Kenapa? Karena dia bagaikan malaikat yang tak memiliki celah sedikitpun. Oh
God, izinkan aku terus bersamanya, aku ingin terus bisa melihat senyumnya,
menatap dalam matanya. Semoga.
Tak
terasa waktu telah terlalu larut. Pantas saja aku sudah menguap beratus-ratus
kali. Well, mungkin sebaiknya aku segera tidur.
***
31 Januari 2012
“Huuuuaaahhhh
, capek banget, mana panas lagi!” ujarku sambil menghempaskan diri di atas
kasur empukku sepulang sekolah.
“Bella,
makan siang dulu dear!” panggil mommy.
“Yes,
mom, just a minute, I wanna change my clothes.”
5 menit
kemudian, aku turun dan menuju ruang makan. Mommyku telah duduk menantiku untuk
makan siang bersama.
“Mommy
belum makan?” tanyaku.
“Belum,
mommy lagi males makan sendirian, jadi nungguin kamu.” Sahut mommy sambil
tersenyum padaku.
Saat kami
tengah asyik makan sambil berbincang-bincang, terdengar suara pintu diketuk.
“Biar aku
yang buka mom, mommy lanjut makan aja,” kataku seraya beranjak dari meja
makan.
Sesampainya
di depan pintu dan ketika pintu tersebut sudah kubuka, betapa terkejutnya aku
melihat Dammie di depan mataku.
“Kapan
kamu datang ke sini?” tanyaku setengah tak percaya.
“Nyampenya
sih tadi sekitar jam 10an gitu, aku gak boleh masuk lagi nih??” tanyanya sambil
tersenyum geli.
Aku yang
masih bengong cepat-cepat mengajaknya masuk.
“Ayo
masuk Dam. Aku sama mommy lagi makan siang, mau ikutan?” tawarku.
“Hmm,
boleh deh. Emang mommy kamu bolehin aku masuk dalam lingkaran kewanitaan
kalian?” tanyanya sambil tersenyum menggoda.
“Ah kamu
ada-ada aja Dam. Mom, Dammie mau ikut
kita makan siang nih,”
“Owww,
nak Dammie. Ayoo ayoo, duduk di sini.” Ucap mommyku.
“Iya,
Mrs. Zuckerberg. Terima kasih banyak jamuannya.” Ucap Dammie malu-malu.
“Ah kamu
Dam, tumben malu-malu. Hahaha,” ledekku.
“Bella!”
seru mommyku. “Ayuk Dammie, kita makan bersama.”
Dan kami
pun makan siang bersama. Suasana yang tercipta sama sekali tidak kaku seperti
sekejap tadi, ketika Dammie malu-malu. Dammie dan mommy sangat cepat akrab,
mereka berbicara tentang apa saja, tanpa lupa mengajakku masuk dalam
pembicaraan mereka. Makan siang kali ini terasa sangat menyenangkan.
“Daddy
kamu mana, Bel?” tanya Dammie setelah kami selesai makan.
“Daddy
masih di kantor, Dam. Pulangnya ntar sekitar jam 5an gitu.” Jawabku.
“Oooww,
itu yaa daddy kamu?” tanyanya seraya menunjuk foto keluargaku yang terpajang di
dinding ruang tamu.
“Iyaaa,
ganteng kan daddyku?” ucapku bangga.
“Iya
cakep, tapi aku gak kalah saing kan Bell??” ujarny sambil mengedipkan sebelah
matanya.
“Ehhhh,”
sumpah, aku speechless, mukaku otomatis memerah.
“Hahahaha,
gak sampe merah gitu juga kali mukanya Bell,” tawanya meledak melihat mukaku
yang memerah.
“Aaaaahhhhh,
kamuuuuuuu! Iseng banget sih!” jawabku sambil mencubitnya.
“Ampuuuunnn,
ampuuuunn, Bell” ujarnya kesakitan.
“Makanya
jangan iseng!” ucapku membela diri.
“Eh,
katanya mau nepatin janji?” tagihku.
“Oh iya,
tapi gak ujan nih Bell, gimana dong?”
Tiba-tiba
terdengar bunyi guntur dan gerimis mulai turun, yang kemudian menjadi hujan
lebat.
“Nah tuh
ujan Dam?” ujarku sambil tersenyum usil.
“Hmm,
kita minta izin sama mommy kamu dulu ya, kalo mommy kamu bolehin kita pergi,”
ujarnya mantap.
Setelah
mendapat izin dari mommy, kami pun meluncur dengan mobil Dammie menuju tempat
dia akan menepati janjinya. Sesampainya di sana, dia membukakan pintu mobil
untukku, yang membuatku tersanjung setengah mati.
“Kita mau
ngapain ujan-ujan begini, Dam?” tanyaku.
“Udah,
ikut aja, percaya sama aku,” jawabnya sambil tersenyum.
Sesampainya
di tempat yang di tuju, aku takjub, mulutku terbuka, mataku terbelalak. Taman
di tepi danau ini begitu segar tertimpa air hujan. Bunga-bunga seakan menari
terkena percikan air hujan yang terhalang pohon besar, 2 buah ayunan terlihat
kokoh tergantung di pohon rindang nan kuat itu. Di tepian danau terlihat banyak
anak kura-kura berenang-renang kegirangan terkena hujan, anak-anak bebek
berenang kesana-kemari, dan kupu-kupu berlindung di bawah daun-daun bunga yang
agak besar. Aku hanya bisa tertawa senang melihatnya, tanpa bisa berkata
apapun. Tak kusangka ada pemandangan seindah ini pada saat hujan, saat-saat
yang paling kubenci selama ini.
“Gimana?
Bagus kan?” tanyanya sambil tersenyum bangga melihat wajahku yang begitu
terpesona.
“Iyaaa ,
bagus banget, Dam! Aku gak nyangka ujan-ujan begini ada yang kayak beginian,”
jawabku senang.
“Berarti
janji aku udah aku tepatin kan?” tanyanya sambil tersenyum. “Aku pengen
ngebahagiain kamu terus, Bell, mekipun aku harus mengorbankan hidupku,”
lanjutnya seraya menatap lembut mataku.
God,
senyum itu lagi, senyumnya menambah keindahan di sekelilingku. Andai aku bisa
menghentikan waktu, aku ingin menghentikannya saat ini juga, kalau bisa akan
seperti ini sampai aku mati.
***
10 Februari 2012
Sudah
lebih dari satu minggu aku tak bisa menghubungi Dammie, tak biasanya dia
seperti ini. Teleponku di-reject, sms tak dibalas, BBM nya pun offline. Aku
bingung harus mencarinya di mana. God, is there something wrong with him?? I’m
so worried about him. Semoga dia gak
kenapa-kenapa, doaku dalam hati.
***
13 Februari 2012
Haven’t
Met You Yet milik Michael Buble kembali terdengar. Langsung kuangkat telepon
tersebut tanpa melihat siapa yang menelepon.
“Halo,”
jawabku malas.
“Halo,
Bella?” terdengar suara di seberang sana.
Aku
terpana, benarkah pendengaranku? Apakah aku tak berimajinasi? Is it real? Oh
God, itu suara Dammie, suara yang amat kurindukan.
“Bell?
Bella?”
“Eh, iya,
Dammie kan?”
“Iya ini
aku. Kamu apa kabar, Bell?”
“Not too
good, what about ya?” tanyaku. Ya, tak sebaik saat kau bersamaku, tambahku
dalam hati.
“Lumayan.
Bell, ada yang pengen aku omongin.”
“Silakan
aja Dam, mau ngomong apa?”
“Bell,
kayaknya kita gak usah berhubungan lagi aja deh,”
“Kenapa??”
selaku cepat.
“Karena..karena,
ah udah lah, aku gak bisa kasi tau kamu, aku gak mau kamu jadi menderita
nantinya.”
“Kamu
ngejauhin aku selama ini aja aku udah cukup menderita, Dam! Sekarang kamu
bilang kita gak usah berhubungan lagi, itu bikin aku serasa gak idup! Kamu
bilang supaya aku gak menderita nantinya, apanya yang gak menderita Dam??” aku
mulai terisak.
“Aku udah
bilang aku gak bisa jelasin ke kamu, pokoknya aku pengen kamu bahagia, itu aja
udah cukup buat aku,”
“Aku cuma
bisa bahagia kalo ada kamu Dam,” air mataku tak bisa lagi kubendung, tertumpah
seiring dengan adanya petir di luar sana.
“Ya udah,
Bell, aku cuma mau bilang itu. Makasih buat semuanya, Bell. Aku senang pernah
ngenal kamu.”
Dan
telepon pun langsung terputus, Dammie mematikannya begitu saja, tanpa mau
mendengarku lagi. Oh God, apa yang harus aku lakukan tanpanya? Tak bisakah aku
melihat senyumnya lagi? Tak bisakah dia mendengarku, mengabulkan permohonanku
untuk tak meninggalkanku?
***
3 Maret 2012
Aku
merasa bingung ketika membaca novel, dimana terdapat kalimat “1 tahun kemudian”
atau sejenisnya setelah sang tokoh utama ditinggalkan oleh pasangannya. Aku
bingung, bagaimana sang tokoh cerita menjalankan hidupnya? Kenapa langsung 1
tahun kemudian? Tapi kini aku mengerti, karena aku juga mengalaminya sekarang.
Tak ada yang bisa kulakukan, mungkin karena itulah sang penulis novel langsung
menceritakan keadaan tokohnya setelah 1 tahun kemudian ketika sebuah konflik
yang ada mulai menghilang, dan tokoh baru menemukan orang lain yang dianggapnya
bisa dijadikan sandaran. Tapi aku, aku masih dibayangi oleh bayang-bayang
Dammie, masih tak bisa pindah, belum mampu untuk move on.
Tiba-tiba
Haven’t Met You Yet sayup-sayup terdengar. Kulihat screen BB, dari nomor yang
tak kukenal.
“Halo,”
jawabku.
“Halo,
benar ini dengan Bella Zuckerberg?” tanya wanita bersuara keibuan di seberang
sana. Siapa dia?
“Benar,
saya sendiri. Ini siapa ya? Ada apa?” tanyaku formal, mengingat ini orang yang
tak kukenal.
“Ini
mamanya Dammie, kebetulan saya sedang berada di daerah kamu tinggal, bisa kita
bertemu?”
Ini
mamanya Dammie??? Oh God, kejutan apa lagi ini? Aku tak sanggup bertemu
mamanya, luka hati akibat ditinggal Dammie masih belum sembuh, aku takut ini
hanya akan menambah lukaku.
“Bagaimana
Bella? Bisa?” pinta mama Dammie setengah memelas.
God, aku
tak sanggup menemuinya, tapi aku lebih tak sanggup menolak permintaannya.
“Baiklah,
di mana kita bertemu...”
“Panggil
saya Tante Marie saja.”
“Dimana
kita bertemu, Tante Marie?” tanyaku lagi.
“Gimana
kalo di kafe dekat taman 1 jam lagi?”
“Oke,
saya akan ke sana. Tapi bagaimana saya bisa mengenali Tante?” tanyaku
kebingungan.
“Kamu
tenang aja, saya tau kamu yang mana, nanti saya akan memanggil kamu,” ujarnya
lagi.
“Baiklah
Tante, sampai jumpa nanti,” kataku, kemudian telepon pun terputus.
Satu jam
kemudian, aku telah sampai di kafe tempat kami bertemu. Aku melihat sekeliling,
menebak yang mana mamanya Dammie. Tiba-tiba seorang wanita cantik berdiri dan
melambai ke arahku. Itukah dia? Dengan ragu aku berjalan ke arahnya.
“Tante
Marie?” tanyaku.
“Iya,
kamu Bella ya? Cantik sekali, seperti yang Dammie ceritakan pada Tante,”
jawabnya sambil tersenyum senang.
“Ada apa
Tante?” tanyaku to the point.
Senyum di
wajah cantik itu menghilang, tergantikan dengan senyum lemah nan getir.
“Dammie,
Bell, ini tentang Dammie.”
“Dammie???
Dammie kenapa, Tante???”
“Dammie,
dia menderita Leukimia stadium akhir, sekarang dia ada di rumah sakit. Tante
udah gak tau mau ngapain lagi. Mungkin karena dia amat sayang sama kamu, kalau
kamu datang menemui dia, mungkin bisa ngurangin sakitnya dia. Tolonglah Bell,
jenguk dia, beri dia semangat untuk hidup, karena dokter telah memvonis
beberapa hari lagi kemungkinan nyawanya tak bisa tertolong lagi,” ujarnya
sambil berlinang air mata.
Aku tak
kuasa menahan tangis, air mataku yang selama ini telah mengering karena terlalu
sering menangiskannya, kembali tumpah.
“Benarkah
Tante??” tanyaku di sela-sela tangisku. “Bagaimana dia bisa mengidap leukimia
Tante ?? selama ini dia baik baik saja !”
“Mungkin
dia menyembunyikannya darimu supaya kamu gak sedih, Bell. Dia gak pernah pengen
liat kamu menangis sedih seperti ini,”
“Tante
bilang supaya aku gak sedih ??? Saat ini aku merasa duniaku runtuh, Tan ! Aku
gak tau harus gimana, orang yang aku sayang sekarang sekarat, tanpa bisa aku
temenin dia di saat dia sakit. Aku kurang menderita apa sekarang Tan??? Ini
yang dia pengen ?? ngeliat aku hancur beginii ?? Aku gak tau Tan harus ngapain,
aku..akuuu..” emosiku meluap, bibirku bergetar, semua yang telah ku pendam tak
lagi dapat kusembunyikan.
“Maaf,
Bella , Tante gak bisa ngasih tau kamu lebih awal, ini permintaan Dammie,
Bell.”
“Tapi
setidaknya kalo Tante kasih tau aku lebih awal aku bisa nemenin dia Tante , aku
pengen ngerasain sakitnya dia , berdoa di sampingnya semoga dia cepat sembuh,
Tan. Aku pengen liat dia selalu tersenyum, ngeliat dia bisa bahagia.”
“Jadi,
kamu mau menjenguk Dammie, Sayang?” tanya mama Dammie.
“Kalo
keadaan Dammie kayak gini, aku gak berani Tan, aku gak berani liat muka dia,
aku gak mau sedih di depannya , dia harus kuat Tante”
“Tapi
Tante yakin, kamulah sumber kekuatannya, segala yang diinginkannya. Tolonglah,
ikut Tante ya?”
“Tapi
Tante, kalo pas ketemu aku dia jadi makin sakit gimana?” tanyaku cemas.
“Jangan
khawatir, Dammie anak yang kuat,” ujarnya sambil tersenyum.
“Baiklah
Tante, aku mau ketemu dia,”
“Sekarang
Tante antar kamu ke rumah kamu ya, sekalian Tante mau minta izin buat ajakin
kamu ke sana,”
***
“Waktu
kamu deket sama Dammie, dia suka banget cerita tentang kamu sama Tante, katanya
kamu tuh cantik, baik, nyenengin, dan ternyata dia benar,” kenangnya sambil
tersenyum simpul ketika kami berjalan di selasar rumah sakit menuju ruangan
Dammie.
“Ah, dia
berlebihan Tante, saya gak sebaik itu,” jawabku sambil tersipu.
“Kalo dia
cerita tentang kamu, gak bisa berenti, pasti jadi panjang ceritanya, nah, kita
udah sampai di ruangan Dammie, yuk masuk,”
Setelah
kami memakai baju khusus, kami masuk ke ruangan Dammie di rawat.
“Dammie,”
panggilku.
Dia
menoleh, rambut lebat yang menutupi kepalanya kini tak ada lagi. Mata yang
selalu berbinar itu kini amat sendu, mencerminkan suasana hatinya, serta
senyumnya yang teramat indah itu kini telah lenyap, seakan tak pernah hadir di
bibir indah itu. God, separah itukah dirinya?
“Bella?”
mata yang mati itu mulai mengenaliku.
“Iya, ini
aku. Kenapa kamu gak cerita sama aku Dam??” sergahku.
“Aku gak
mau buat kamu sedih, Bell. Aku tau kamu bakalan kayak gini kalo tau penyakitku
ini.”
“Tapi
setidaknya aku bisa nemenin kamu, dan kamu tau Dam , aku ngerasa gak berguna
karena gak bisa nemenin kamu di saat seperti ini,” jawabku sedih
“Udahlah,
Bell, gak ada yang perlu disesalin. Keadaanku tetap akan seperti ini, dan aku
sebentar lagi akan meninggalkan dunia ini, dan kamu gak usah ngerasa kayak
gitu, aku gak mau buat kamu tambah hancur setelah tau penyakitku ini.”
“Dammie,
kamu gak boleh ngomong kayak gitu!” seruku dan mama Dammie bersamaan.
“Udahlah
ma, Bell. Makasih ya Bell mau jenguk aku di sini. Maaf kalo kita ketemu dalam
keadaan aku yang kayak gini.”
“Iya,
Dam, aku senang bisa ketemu kamu lagi,”
Dan dia
tersenyum, senyumnya yang indah itu tersungging di wajahnya yang lemah. Oh,
God. Dialah segala yang kuinginkan dalam hidup.
“Aku mau
tidur, ma, Bell, aku capek,” lanjutnya.
“Iya,
tidurlah, nak,” jawab ibunya.
“Makasih
Bell udah pernah ada di hidupku. Kamulah yang memenuhi hatiku selama ini.
Jangan pernah bersedih, Dear. Kamu pantas berbahagia, meski bukan denganku.
Jangan pernah nangis lagi Bell, cukup aku yang membuatmu menderita, aku gak mau
kamu menderita seperti ini lagi,”
“Kamu
jangan ngomong yang aneh aneh, Dam. Kamu gak buat aku menderita kok, kamu yang
buat aku bahagia. Kamu pasti sembuh Dam!”
“Yah,
semoga,” ucapnya sambil tersenyum lemah.
“Tidurlah,
Dam,” kataku sambil merapikan selimutnya.
Tak lama
setelah ia tertidur, tiba-tiba alat pendeteksi organ vitalnya berbunyi nyaring.
Dokter dan para suster menghambur ke arahnya. Aku tak kuasa menahan tangis yang
sedari tadi kutahan. Tak lama kemudian, dokter keluar dari ruangan Dammie dan
hanya menggelengkan kepalanya lemah ke arah kami. Mama Dammie dan aku menangisi
kepergiannya.
***
Dammie,
makasih atas semua yang telah kau tunjukkan padaku, sunrise, indahnya hujan,
dan senyummu yang takkan bisa kulupakan. Aku akan terus bahagia, Dam, tak akan
menangis lagi, sesuai permintaanmu. Dan kamu akan selalu hidup dalam hatiku,
takkan pernah mati di hatiku meski aku sendiri telah mati, karena kamu
segalaku.
good:)
BalasHapusmakasih hilmy :)
Hapus